Potongan-potongan Rindu
Aku merundakan yang mau ku rindukan, yang berada jauh di sana, tapi kemudian kerinduanku tersisa seperti serpihan-serpihan kayu yang dibelah. Serpihan-serpihan itu kemudian terpisah dan pergi jauh ke dalam alam mimpi yang mungkin nanti ku mimpikan atau tak pernah termimpikan lagi. Di sana-sini banyak sekali bayangan yang muncul dalam benakku entah bayangan apa itu, yang pastinya mereka terus hadir tanpa memikirkan apa yang sedang melandaku.
Butiran-butiran hujan jatuh dan membasahi bumi, angin kencang bertiup dari sebelah barat. Aku menoleh keluar melalui celah-celah jendela, langit berwarna hitam pekat, malam itu tak ada bintang dan rembulan yang menunjukkan wajahnya. Mereka hilang di telan gelapnya malam. Padahal merekalah sahabat-sahabat setia, yang selalu menemaniku dalam kesendirian. Kemanakah mereka malam ini, aku ingin bertemu dengan mereka walaupun dari jauh mata memandang. Tapi karena mereka tak ada, tanganku terus menyentuh tombol-tombol natebook dan mencoret-coret apa saja yang ada dalam pikirkanku.
Dalam keheningan malam sesosok wajah hadir dengan anggun, menari lembut di hadapanku, aku menyentuh tangannya yang lembut, tetapi tangan itu hampa, tak seperti yang ku lihat. Tak ada apapun yang kurasakan, kelembutan yang ku lihat tak mempunyai bentuk fisik, yang ada hanyalah kekosongan dalam kenyataan. Aku sedang menggenggam bayangan mimpi di hadapanku, bayangan yang tak mungkin menjadi nyata.
Detak jantungku bergetar begitu cepat, aliran darah mengalir keras di dalam tubuhku. Aku ingin sesosok anggun tadi hadir dan menemani kesendirianku. Keinginan itu hanyalah menjadi keinginan, tak sedikitpun dapat kurasakan, karena dia menghilangan begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk menghiburku.
Ohhh.... malam, ohhh... kesunyian, kenapa aku tak bisa menyentuhnya ?, kenapa dia tak mengatakan apapun untukku?. Aku terus bertanya kepada malam dan kesunyian yang tak menjawabku. Kerinduanku padanya telah diiris menjadi potongan-potongan rindu, diiris oleh waktu dan kenyataan yang tak berpihak padaku. Kerinduanku saja diiris hingga menjadi potongan-potongan kecil, apa lagi keinginanku untuk menjadikannya sebagai surga, mustahil. Aku ingin berteriak pada dunia, tapi siapa yang akan mendengar teriakunku.
Kasih ... wewangian yang engkau pakai masih membekas di hidungku, belum hilang hingga sekarang. Rambutmu yang terurai, masih ku ingat, senyummu yang indah tak pernah lekang dimakan waktu, semuanya masih ada dalam harapanku. Aku ingin rinduku padamu tidak menjadi potongan-potongan yang nantinya akan menghilang. Walaupun tak bisa lagi ku genggam tanganmu, biarkanlah aku merindukanmu, karena yang tersisa darimu saat ini hanyalah kerinduan.
Tersentak aku dikagetkan dengan bunyi guntur yang menggelegar, setelah itu bumi terlihat terang sesaat kemudian menghilang. Mataku tak bisa tertutup, pikiranku lebih mendominasi rasa kantuk. Dinginnya malam tak membuatku berhenti bermimpi, pikiranku melayang jauh menyeberangi pulau, melewati samudra, dan melihat harapan yang tak pasti. Aku ingin memutar kembali waktu untuk melihat saat dimana kita tersenyum bersama, saat dimana kita tertawa bersama, dan saat ketika aku membelai rambutmu.
Kau tidak lagi mengingatkanku tentang kapan aku harus tidur, kau tidak lagi memperbaiki krak bajuku, kau tidak lagi mengusap keringatku dengan tangamu yang lembut atau kau tidak lagi menangkan hatiku dengan senyummu. Seandainya tuhan memberiku sayap keberanian, maka aku akan terbang menemuimu malam ini juga, untuk sekedar menyapamu.
Hujan dengan perlahan mulai berhenti, dari ufuk timur cahaya mulai timbul. Dedaunan masih basah, bukan karena embun, tapi karena hujan yang mengguyur bumi semalaman. Mataku mulai sayu, rasa kantuk tiba-tiba menyerangku. Aku lalu meletakkan kepalaku di atas bantal, dengan perlahan mataku tertutup dan tertidur pulas.
Posting Komentar untuk "Potongan-potongan Rindu"